.

Saya sudah cukup banyak menggandrungi apapun yang dikiranya dapat memberikan kepuasan. Tapi itu selalu tak cukup. Selalu terasa kurang. Dan tiap kali saya menulis, aksara yang saya susun selalu terlihat memuakkan, terlalu menjijikkan bak sampah-sampah yang teronggok di biarkan jatuh tak di pungut. 

Saya juga masih terus menginginkan sesuatu yang bahkan saya tahu kalau seharusnya saya tak harus kembali menginginkan sesuatu yang seharusnya tak saya miliki. Atau mungkin saya hanya takut saja untuk bermimpi dan memiliki keinginan. Sebab, yah semua orang juga pasti tahu bahwa itu artinya saya berharap. 

Saya tak tahu apakah saya akan terus memaksakan diri atau bagaimana. Saya hanya seperti, tak punya apapun saja. Apa itu artinya saya kurang bersyukur?

Sekarang tentu saja itu bukan masalah yang sebenarnya. Sebab yang terjadi, saya bingung mau nulis apa. Saya punya beberapa hal yang harus diselesaikan sebenarnya. Tapi pikiran saya hanya terfokus pada huruf _yang di hafal sejak sd ini untuk kemudahan berkomunikasi_ yang benar-benar tak saya pahami sama sekali. Kadang saya suka bingung mau ngapain saking banyaknnya hal-hal yang belum saya ketahui. 

Tapi yang paling melelahkan dari ini adalah tingkat kecurigaan yang sangat tinggi akan manusia. Yang saya juga tak mengerti kenapa seperti itu. Saya selalu bilang saya tak memiliki mimpi. Kalau pun di tanya terkait keinginan, saya hanya berharap bisa menjadi apapun dan siapa pun. Bahkan saya heran ini tulisan apa, sebab judulnya pun hanya sebuah titik. 

Kecurigaan saya makin bertambah tiap kali membuka media sosial. Saking tak mengertinya saya sempat bersyukur handphone saya rusak lcd-nya. Yang itu berarti akan menyulitkan saya membuka media itu. Entah kenapa, mereka begitu melelahkan buat saya dan saya benar-benar tak memiliki cara lain untuk menjauhinya. 

Tekanan yang diberikannya terlalu banyak, terlalu menuntut, terlalu menyiksa. Meski saya mencintai kecacatan dan kesalahan, sensasi yang diberikan media sosial itu teramat menyakiti sampai berdarah-darah. Dan sialnya, saya selalu kehabisan cara untuk itu selain melakukan hal-hal yang sialan dan bedebah untuk meninggalkannya. Dan saya juga tak mengerti kenapa saya jadi seemosional ini hanya dengan mendengarkan lagu Dhruv. Entah itu sebab liriknya, atau lagunya yang airplane thoughts mengingatkan saya akan suasana sekolah menengah yang sialnya selalu membuat saya menginginkan hal yang tak akan pernah terjadi lagi.  

Saya merasa begitu kehilangan meski heran juga sebab tak punya apapun untuk menjadi milik saya_ selain kebaikan dan dosa. Perasaaan saya yang mala begitu mengerikan hingga beberapa batang rokok pun tak membantu lagi. Saya hanya tak ingin menginginkan apapun untuk diri saya.   






Thirddxs


Planet bumi, 05 Agustus 2022

Komentar

Postingan Populer